WILUJENG SUMPING

Jumat, 07 Juni 2013

APENDIKS


.     PENGERTIAN APENDIKS
Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada proximal colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil.Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.
 

B.     DEFINISI APENDIKSITIS
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu  feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti  Entamoeba  histolytica,  Trichuris trichiura,  dan Enterobius vermikularis.
Apendisitis adalah obstruksi dari usus buntu yang menyebabkan peradangan, ulserasi dan nekrosis. Jika nekrosis menyebabkan usus buntu rupture, maka isis usus akan mengalir keruangan peritoneal, selanjutnya menyebabkan peritonitis. Penyakit usus buntu sering ditemukan pada pasien berusia antara 10-30 tahun bila terjadi pada usia lebih tua dari itu, maka kemungkinannya bias sangat serius. (Charlene J. Reeves dkk. 2001)
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut, fatogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen (feces keras yang terutama oleh serat).Penyumbatan pengeluaran secret mucus menyebabkan terjadinya pembengkakan, infeksi dan ulserasi. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2005)

C.    ETIOLOGI
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 
1.    Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
2.    Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3.    Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis.Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.


4.    Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
5.    Faktorinfeksisaluran pernapasan. 
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat.Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.Berikut gejala yang timbul tersebut.
1.      Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2.      Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
3.      Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1.      Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2.      Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3.      Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan

E.     PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus (brunner& suddarth, 1997).
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

 F.     PATHWAYS

G.    KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perporasi apendiks, yang dapat dapat berkembng menjadi peritonotis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insident lebih tinggi pada anak kebil dan lansia. Perforas terjadi secara umum 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam 37,70 C atau lebih tinggi, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinue.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hal yang dilakukan untuk mendiagnosa apendisitis adalah pemeriksaan melalui anus.Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fisik yang paling akhir dilakukan, karena kurang penting dibandingkan dengan pemeriksaan abdomen.Dapat untuk menduga posisi apendiks yang meradang tersebut.
1.      Analisa urin
Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
2.      Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.
3.      Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

I.       PENATALAKSANAAN
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita.
Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu  feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti  Entamoeba  histolytica,  Trichuris trichiura,  dan Enterobius vermikularis. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :  faktor sumbatan, faktor bakteri,kecenderungan familiar, faktor ras dan diet, factor infeksi saluran pernapasan. 

 Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Komplikasi utama apendisitis adalah perporasi apendiks, yang dapat dapat berkembng menjadi peritonotis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insident lebih tinggi pada anak kebil dan lansia. Perforas terjadi secara umum 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam 37,70 C atau lebih tinggi, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinue.

B.     SARAN

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai apendisitis.







DAFTAR PUSTAKA


Heller Luz. 1991. Gawat Darurat Ginekologi Dan Obstetri. Penerbit EGC. Jakarta

Anderson Price Sylvia,dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 Bagian 4. Penerbit EGC.    Jakarta
Scott, James R. 2002. Buku saku Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Widya Medika. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2008. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

0 komentar:

 
Like Dulu Dong....!!!